Jumat, 26 April 2013

TANGGAPAN STUDI KASUS KELANGKAAN AIR BERSIH



Lebih dari sepertiga penduduk dunia tak tercukupi kebutuhannya akan air bersih, baik untuk air minum maupun sanitasi. WHO menetapkan jumlah minimun air bersih yang harus tersedia untuk hidup sehat adalah 2000 m3 per orang per tahun. Sekitar 40 negara di dunia ada di bawah angka tersebut. Wilayah Indonesia sendiri  juga mengalami kondisi  kekurangan air, khususnya daerah di pulau Jawa. Data dari data Bappenas tahun 2006, pulau jawa berada dalam kondisi kritis airJakarta merupakan salah satu kota yang tidak dapat memenuhi ketersediaan air bersih untuk warganya. Dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta, tidak ada satupun yang dapat dikonsumsi sebagai air bersih. Satu-satunya sumber air bersih di Jakarta adalah Waduk Jati Luhur.

Tanggapan :
Berikut ini penyebab dari kelangkaan air bersih. 1. Meningkatnya kebutuhan dan permintaan akibat meningkatnya jumlah populasi manusia. Peningkatan jumlah populasi manusia sangat bepengaruh terhadap daya dukung lingkungannya. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan suatu lingkungan memberikan sumber daya alam kepada makhluk hidup yang hidup didalamnya secara normal. Salah satunya adalah sumber daya air. Ketersediaan sumber daya alam dilingkungan ini terbatas. Bila sumber daya alam dimanfaatkan secara terus menerus semakin lama akan semakin habis. Dengan demimian peningkatan kepadatan populasi manusia yang tampa batas,suatu saat akan melewati batas daya dukung lingkungan. Peningkatan Populasi yang ada dibumi ini tentunya meningkatkan kebutuhan dan permintaan akan air bersih. Populasi bertambah tetapi sumber daya air bersih tidak bertambah malah tercemar. 2. Meningkatnya pencemaran air Pencemaran air adalah masuknya polutan berupa zat cair dan padat kedalam ekosistem perairan. Pencemaran air oleh bahan kimia dapat menyebabkan matinya makhluk hidup yang hidup didalamnya. Bila makhluk hidup perairan seperti ikan termakan oleh manusia,maka dapat mengakibatkan keracunan bahkan mengakibatkan kematian. Berbagai macam polutan yang mencemari perairan diantaranya deterjen, insektisida, minyak bumi, pupuk, logam berat,sisa-sisa bahan organik dan sampah. Penggunaan pupuk buatan yang berlebihan juga dapat mengganggu ekositem air. Sisa pupuk buatan dalam air akan memicu pertumbuhan tumbuhan air atau ganggang dengan cepat. Pertumbuhan tumbuhan air atau ganging itu akan menghalangi masuknya cahaya matahari kedalam perairan. Pesatnya pertumbuhan tumbuhan air juga dapat memicu terjadinya pendangkalan sungai yang mempercepat rusaknya bendungan serta mempermudah terjadinya banjir. Pembuangan sampah sembarangan kedalam aliran air juga salah satu pencemaran air yang mengakibatkan kelangkaan air bersih. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan pada pertanian. 3. Berkurangnya air tanah Sebagian besar kebutuhan manusia akan air diambil dari air tanah dalam melalui sumur artesis, baik untuk kepentingan industri, pertanian, maupun perkotaan. Hal ini terutama terjadi di negara maju dan negara yang mengalami industrialisasi yang pesat. Karena air tanah dalam tersebut sangat lama untuk terbarui, maka seringkali kecepatan pemakaiannya lebih tinggi dari perbaruannya. Apabila air dari akuifer tersebut disedot sampai habis, maka kekosongan saluran akuifer dapat menyebabkan kerusakan dan kelongsoran yang tak terperbaiki kembali. Hal tersebut banyak terjadi di negara seperti Amerika Serikat yang banyak menggunakan cadangan airtanah dalam untuk pertanian maupun keperluan domestik. Konsekuensi lain dari pengurasan air tanah dalam adalah intrusi air laut ke arah daratan. 4. Penggundulan Hutan Aksi liar penggundulan hutan juga merupakan faktor utama penyebab kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai). Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih. Solusi yang harus dilakukan dalam mengatasi kelangkaan air bersih antara lain: 1. Mengatur pemanfaatan air tanah yang disertai dengan pengawasan yang ketat. 2. Pemberian surat IMB (Izin Mendirikan Bangunan) harus di sertai dengan kewajiban penyediaan lahan terbuka, dan kewajiban memperbaiki kualitas dan mengembalikan tata guna air sesuai dengan pemanfaatan. 3. Setiap bangunan di wajibkan membuat sumur resapan sehingga dapat meningkatkan cadangan air. 4. Menanam pohon sebanyak-banyaknya, atau melakukan reboisasi di hutan-hutang yang gundul. 5. Tidak membuang sampah sembarangan. 6. Menghemat pemanfaatan air bersih.

TANGGAPAN STUDI KASUS MASALAH KEPENDUDUKAN



Bencana akibat kecerobohan dan sekedar mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek sebetulnya telah terjadi sejak lama dan bahkan sejak awal peradaban manusia. Sebagai contoh: punahnya manusia purba di Mesopotamia diyakini oleh para ahli karena lingkungan hidup yang rusak , penyakit minamata dan itai-itai di Jepang tahun 1950-an akibat pencemaran air di teluk Minamata karena limbah industri/ pertambangan yang mengandung air raksa (Hg) dan cadmium (Cd), meluasnya penyakit malaria seiring meluasnya penggunaan pestisida. Pada awalnya kesadaran untuk menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup hanya terbatas pada negara-negara industri yang di satu sisi menghasilkan keuntungan ekonomi tetapi di sisi lain ternyata industri juga menghasilkan limbah yang sangat merugikan bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Limbah yang merugikan bagi kehidupan manusia tidak hanya berasal dari industri tetapi juga dari rumah tangga. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk potensi pencemaran akibat limbah rumah tangga semakin tinggi. Hal ini dipicu oleh pengerukan sumber daya alam oleh berbagai oknum yang berujung pada peningkatan kesejahteraan hidup segelintir orang.

Tanggapan:
Faktor pertambahan penduduk saja tidak akan menimbulkan masalah,apabila pertambahan penduduk ini dapat diimbangi oleh daya dukung ekonomi dan daya dukung lingkungan serta kemampuan memenuhi kebutuhan hidup,sehingga terdapat keseimbangan antara jumlah penduduk dengan tingkat kebutuhan dan produksi nasisonal. Masalah kekurangan pendudukan akan menimbulkan masalh kurangnya tenaga kerja. Indonesia dalam hal ini mengalami dua sisi masalah mengenai tenaga kerja. Pada satu sisiterjadi kelebihan tenaga kerja,sehingga tenaga kerja/angkatan kerja melebihi tenaga yang dibutuhkan oleh pangan kerja yang ada. Pada sisi lain mengalami kekurangan tenaga kerja,terutama sekali dalam kaitannya dengan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan dalam suatu lapangan kerja. Dari kedua masalah ini menyebabkan timbulnya masalah dalam hal pembagian kerja,antara lain penempatan tenaga kerja berdasarkan kepentingan bukan atas dasar kebutuhan.

STUDI KASUS ASAS PENGETAHUAN LINGKUNGAN


Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat.
Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Dari Data menunjukan bahwa kota Bandung setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 8.418 m3 dan hanya bisa terlayani sekitar 65% dan sisa tidak dapat diolah.

Tanggapan:
Upaya pemerintah di tingkat provinsi,kota, dan kabupaten untuk mengatasi sampah terus berlanjut. Beragam program untuk membersihkan nama Bandung dari sebutan “kota sampah” terus dilakukan. Persoalan sampah di Kota Kembang selalu menjadi sorotan berbagai pihak. Setelah longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, limbah domestik rumah tangga ini menjadi bahan diskusi menarik. Memang, selain menimbulkan korban jiwa, kerugian material, juga berdampak buruk pada lingkungan. Sampah ini membuat julukan Kota Kembang berubah menjadi “kota terkotor”. Bahkan, predikat itu sempat mempermalukan Bumi Parahiyangan dengan melekatnya sebutan “Bandung Lautan Sampah”. Kenyataannya, ratusan tempat pembuangan sementara (TPS) yang ada di Kota Bandung selalu penuh dijejali limbah sampah. Pemerintah Kota dan Provinsi Jabar pun resah dengan kondisi penumpukan yang semakin hari bertambah banyak itu. Segala upaya mereka rembukkan dengan berbagai pihak untuk mengatasi persoalan sampah. Pemandangan kotor di penjuru Kota Bandung akibat sampah itu menjadi cemoohan warga setempat.

Jumat, 05 April 2013

ISO 14000


BAB I
PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan meningkatnya perhatian terhadap perbaikan mutu lingkungan. Organisasi-organisasi dengan berbagai jenis dan ukuran makin meningkatkan perhatian mereka pada dampak lingkungan dari kegiatan, produk dan jasanya. Kinerja lingkungan dari suatu organisasi semakin penting bagi pihak terkait di lingkungan internal maupun eksternal. Untuk mencapai kinerja lingkungan yang baik diperlukan komitmen organisasi untuk melakukan pendekatan yang sistematik dan penyempurnaan yang berkelanjutan dalam suatu sistem manajemen lingkungan (EMS).
ISO seri 14000 muncul terutama sebagai akibat dari putaran Uruguay negosiasi GATT dan KTT Rio tentang Lingkungan Hidup yang diselenggarakan pada tahun 1992. Sementara GATT berkonsentrasi pada kebutuhan untuk mengurangi hambatan non-tarif untuk perdagangan, KTT Rio dihasilkan komitmen untuk perlindungan lingkungan di seluruh dunia. Bidang lingkungan hidup telah melihat pertumbuhan yang stabil standar nasional dan regional. British Standards Institution telah BS 7750 , Standar Kanada Asosiasi memiliki manajemen lingkungan, audit, eco-labeling dan standar lainnya, Uni Eropa memiliki semua ini ditambah eko-manajemen dan audit peraturan , dan banyak negara lain (misalnya Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) telah memperkenalkan program echo-label.
Sistem Manajemen lingkungan dikembangkan untuk memberikan panduan dasar agar kegiatan bisnis senantiasa akrab lingkungan. Kondisi lingkungan yang memburuk akibat kegiatan manusia (yang pada gilirannya akan merusak tempat hidup bersama) sudah waktunya untuk dikendalikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan yang jelas dan terintegrasi, seperti penerapan ISO1400 tidak hanya akan mendorong perbaikan lingkungan organisasi, tetapi juga meningkatkan pemahaman lingkungan yang lebih baik. 

I.2        Rumusan Masalah
            Terdapat beberapa rumusan masalah pada makalah ini. Berikut rumusan masalah yang ada.
1.      Apa pengertian dan istilah-istilah dalam sistem managemen lingkungan ?
2.      Bagaimana ciri-ciri dari pelaksanaan sistem managemen lingkungan ?
3.      Bagaimana prosedur pelaksanaan sistem managemen lingkungan ?
4.      Apa saja bentuk-bentuk dari sistem managemen lingkungan ?
5.      Apa keuntungan perusahaan yang menerapkan ISO sebagai satu bentuk EMS?
6.      Bagaimana penerapan sistem managemen lingkungan di Indonesia khususnya penerapannya pada  PT. Unilever Indonesia, Tbk ?

I.3        Tujuan Penulisan
Terdapat beberapa tujuan penulisan pada makalah ini. Berikut ini tujuan penulisan.
1.      Mengetahui pengertian dan istilah-istilah dalam sistem managemen lingkungan.
2.      Memaparkan ciri-ciri dari pelaksanaan sistem managemen lingkungan
3.      Menggambarkan prosedur pelaksanaan sistem managemen lingkungan.
4.      Menjelaskan bentuk-bentuk dari sistem managemen lingkungan
5.      Mengetahui Keuntungan perusahaan yang menerapkan ISO sebagai satu bentuk EMS.
6.      Menjelaskan penerapan sistem managemen lingkungan di Indonesia khususnya penerapannya di PT. Unilever Indonesia, Tbk.




BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1              Sistem Manajemen Lingkungan
Dampak Lingkungan adalah setiap perubahan yang terjadi pada lingkungan, baik menguntukan atau merugikan sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh kegiatan organisasi produk dan jasa. Sedangkan Sistem Managemen Lingkungan adalah bagian dari keseluruhan sistem managemen yang melingkupi struktur organisasi, tujuan, tanggungjawab, pelaksanaan prosedur, sumberdaya, untuk mengembangkan, mengimplementasikan, mencapai, mengevaluasi, dan memelihara kebijakan lingkungan.

2.1.1    Bentuk Sistem Manajemen Lingkungan
Program-program lingkungan di Indonesia dirancang untuk dapat memenuhi keperluan masa kini dan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk keperluan masa yang akan datang. Program ini juga untuk mengakomodasikan adanya perubahan situasi dan kondisi baik Nasional maupun Internasional. Program-program Lingkungan di Indonesia yang dikoordinasikan oleh Bapedal meliputi :
a.       Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
b.      Program Kali Bersih (PROKASIH).
c.       Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
d.      ADIPURA
e.       Produksi Bersih (PRODUKSIH)
f.       Program Penilaian Kinerja Lingkungan (PROPER)
g.      Pengembangan Audit Lingkungan
h.      Pengendalian Dampak Skala Kecil
i.        Pengendalian Kerusakan Lingkungan
j.        Pengendalian Pencemaran Kerja
k.      Pengendalian Pencemaran Laut dan Pesisir
l.        Pembinaan Laboratorium Lingkungan
m.    Pengembangan Sumber Daya Manusia dan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan
n.      Ekolabel*
o.      Sistem Informasi Bapedal
p.      Pengembangan Instrumen-instrumen Ekonomi

Sistem Manajemen lingkungan dikembangkan untuk memberikan panduan dasar agar kegiatan bisnis senantiasa akrab lingkungan. Kondisi lingkungan yang memburuk akibat kegiatan manusia (yang pada gilirannya akan merusak tempat hidup bersama) sudah waktunya untuk dikendalikan. Jaminan bahwa suatu kegiatan bisnis telah dikelola secara akrab lingkungan dapat ditunjukkan melalui adanya Sertifikat atau Label Lingkungan. Dalam hal ini ISO telah membutihkan bahwa Sistem Sertifikasi mampu memberikan stabilisasi tata kerja dalam upaya meraih hasil yang konsisten. Oleh karena itu ISO-14000 Seri memberikan panduan pengelolaan lingkungan bagi aktivitas bisnis.
Ekolabel diartikan sebagai kegiatan pemberian label yang berupa simbol, atribut  atau bentuk lain terhadap suatu produk dan jasa. Label ini akan memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk/jasa yang dikonsumsi tersebut sudah melalui proses yang memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan.
Secara umum, tujuan Sertifikasi Ekolabel dapat berupa :
1. Meningkatkan kepedulian konsumen terhadap hubungan industri dan lingkungan hidup
2. Meningkatkan kualitas lingkungan global
3. Meningkatkan pangsa pasar/daya saing produk
4. Mempromosikan program pengelolaan lingkungan/pengelolaan hutan lestari
5. Meningkatkan keyakinan penerimaan konsumen
6. Menunjukkan bahwa manajemen hutan yang baik dapat melestarikan produksi,ekologi dan sosial.
Ekolabel dalam dunia perdagangan dapat dipersamakan juga dengan standart produk berdasarkan :
  1. Harga produk yang tinggi wajar diberikan terhadap produk yang prosesnya ramah lingkungan. Harga yang tinggi ini diharapkan dapat memberikan dorongan atau insentif bagi produsen yang melakukan pengelolaan lingkungan. Apabila kondisi tersebut terjadi, ekolabel sebagai standart benar benar dapat memberikan nilai ekonomi bagi produsen, sehingga pengelolaan hutan lestari dapat diwujudkan secara efektif.
  2. Standart produk berguna untuk dapat memasuki pasar. Dalam hal ini standart produk akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan peran produk terhadap pasar
ISO-14000 memiliki beberapa seri, yaitu :
  1. ISO 14001                              : Sistem Manajemen Lingkungan
  2. ISO 14010 – 14015                : Audit Lingkungan
  3. ISO 14020 – 14024                : Label Lingkungan
  4. ISO 14031                              : Evaluasi Kinerja Lingkungan
  5. ISO 14040 – 14044                : Assessment/Analisa Berkelanjutan
  6. ISO 14060                              : Aspek Lingkungan dari Produk

2.1.2    Keuntungan perusahaan yang menerapkan ISO sebagai satu bentuk EMS :
1.      Perlindungan lingkungan
a)      Mengurangi/meminilisasi limbah
b)      Mengoptimalisasi sumber daya alam
c)      Membantu mengatasi isu isu lingkungan
2.      Dasar Persaingan Yang Setara
ISO-14000 akan mengurangi sekecil mungkin timbulnya perbedaan perbedaan pembiayaan lingkungan oleh sebab perbedaan sistem/geografi.
3.      Kesesuaian Terhadap Peraturan-peraturan Yang Ada
Dengan menggunakan Sertifikat ISO-14000 dalam pengelolaan lingkungan terbuka kesempatan kemampuan telusuran dan kesesuaian dokumen-dokumen dalam mendukung peraturan yang ada.
4.      Terbentuknya Sistem Manajemen Yang Efektif
Dengan adanya bermacam-macam tuntutan terhadap perusahaan tentang pengelolaan lingkungan hidup, sistem manajemen lingkungan akan membuat pengelolaan lebih efektif dan mampu berkiprah dalam dunia percaturan Internasional
5.      Memiliki Kekuatan Pasar
a.       Mampu memasuki pasar dengan produk ramah lingkungan
b.      Meningkatkan peran pasar (Market Share)
c.       Memenuhi persyaratan pelanggan
d.      Membuka peluang investasi
6.      Pengurangan Biaya
Dasar utama dalam penekanan biaya adalah mengurangi penanganan bahan kimia dan sisa-sisa/limbah lainnya. Lebih sedikit bahan kimia/limbah, akan semakin sedikit biaya dan semakin tinggi tingkat mutu air/tanah. Dengan ISO-14000 yang kesemuanya didasarkan penggunaan standart, maka diharapkan semakin kecil peluang menyimpangnya operasi. Biaya-biaya yang dapat dikurangi meliputi :
a)      Biaya-biaya kesalahan
b)      Biaya operasional yang terakumulasi
c)      Biaya taksiran
7.      Pengurangan Kerugian
“Sistem” akan melindungi atau meminimumkan akibat ke lingkungan, dan juga meminimumkan akibat buruk bagi karyawan, pengurangan luka dan penyakit jika perusahaan mengadopsi sistem manajemen lingkungan ISO-14000.
8.      Meningkatkan Hubungan Masyarakat
Dalam “Gall-up” pool 1994, didapat bahwa warga di 24 negara (industri & sedang berkembang) mempertimbangkan perlindungan lingkungan lebih penting dari pada pertumbuhan ekonomi. Jika perusahaan mengembangkan program pengelolaan lingkungan, ini berarti mengembangkan hubungan kemasyarakatan.
9.      Mengembangkan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan
Dengan dimilikinya sertifikat ISO-14001, pelanggan akan merasa lebih aman dan lingkungannya terlindungi. Hal ini akan meyakinkan pelanggan bahwa pemasok peduli lingkungan dan mempunyai dokumen yang sesuai untuk mendukung pernyataan tersebut.
10.  Mengembangkan Perhatian Manajemen Yang Lebih Tinggi
Di waktu yang lalu, departemen lingkungan dipandang oleh beberapa perusahaan sebagai kegiatan pemborosan biaya. dengan ISO-14000 departemen lingkungan dipandang positif dan merupakan konponen penting dalam perusahaan. keseluruhan proses dalam mencapai sertifikasi ISO-14000 akan merangsang manajemen lebih berkembang dan lebih menghargai pengelolaan lingkungan.
2.1.3    ISO 14000 di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan standar ISO 14000 dalam pengelolaan lingkungan di dunia industri. Seperti yang disebutkan di atas bahwa negara Indonesia telah menerapkan standar ISO dari tahun 1993. Hal ini terus dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000. Berbagai program seminar dan penelitian mengenai ISO 14000 terus dikembangkan di Indonesia. Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek percontohan Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup, bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam menumbuhkan sisi “demand” maupun “supply” menuju mekanisme pasar yang wajar.
Perusahaan perlu memiliki sistem pengelolaan lingkungan yang efisien and efektif. Hal ini dikarenakan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan, semakin ketatnya peraturan-peraturan lingkungan dan tekanan dari pasar kepada perusahaan-perusahaan mengenai komitmen terhadap lingkungan. Di dalam menguji keandalan sistem para pemasoknya, perusahaan-perusahaan ini telah melakukan kajian atau audit lingkungan untuk menilai kinerja lingkungannya (atau yang biasa disebut audit pihak kedua). Tetapi untuk menyakinkan bahwa sistem perusahaan-perusahaan telah memenuhi dan secara terus menerus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan internasional ini maka banyak perusahaan perlu melibatkan pihak independent sebagai penilai sistem mereka. Dari perspektif ini maka muncullah badan-badan sertifikasi yang menjembatani antara kebutuhan calon konsumen dengan para pemasok dalam masalah kinerja lingkungan.
Kalangan bisnis, perdagangan, manufaktur dan jasa membutuhkan informasi tentang kualitas manajemen lingkungan suatu perusahaan, tetapi mereka tidak mungkin melakukan proses verifikasi tersebut sendiri. Kondisi ini yang mendorong keberadaan Sertifikasi Standar Sistem Manajemen Lingkungan sebagai alat bantu untuk mendapatkan jaminan bahwa rekan bisnis, pemasok, dan lain-lain perusahaan-perusahaan terkait juga turut atau bahkan memiliki bukti komitmen terhadap pelestarian lingkungan.
2.2.      Pengertian Gambaran Umum ISO 14000
ISO (International Standarisation Organisation) adalah organisasi non-pemerintah dan bukan merupakan bagian dari PBB atau WTO (World Trade Organization) walaupun Standar-standar yang dihasilkan merupakan rujukan bagi kedua organisasi tersebut. Anggota ISO, terdiri dari 110 negara, tidak terdiri dari delegasi pemerintah tetapi tersusun dari institusi standarisasi nasional sebanyak satu wakil organisasi untuk setiap negara.
Keberadaan Standar ISO digerakkan oleh pasar sebagai pemakai utama standar. Suatu Standar (misalnya, ISO 14001) dibuat berdasarkan konsensus internasional oleh ahli-ahli dari industri, teknik atau bisnis. Walaupun Standar ISO bersifat sukarela, pada kenyataannya standar dibuat berdasarkan permintaan pasar, dan didasarkan konsensus di antara pihak-pihak terkait ini membuktikan pemakaian yang luas di seluruh dunia.
Pada tahun 1993, mengikuti kesuksesan ISO 9000, suatu persetujuan diputuskan antara Komite Standariasi Eropa dan ISO bekerja sama dalam pembuatan standar bagi manajemen dan kinerja lingkungan. Tiga dokumen ISO yang terkait dengan manajemen lingkungan adalah:
1.      ISO14000: SML – Pedoman umum mengenai Prinsip, Sistem dan Teknik Pendukung (kemudian dikenal sebagai ISO 14004).
2.      ISO 14001: SML – Spesifikasi dengan pedoman penggunaan
3.      ISO 14040: Analisa Daur Hidup – Prinsip Umum dan Praktek-praktek
Beberapa pengertian ISO- 14000 antara lain :
a.       Standardization standart internasional tentang manajemen Lingkungan dan keamana operasional yang dikembangkan oleh internasional organization for standardization (ISO).
b.      Standart ini dikembangkan oleh wakil dari 36 negara dan disetujui, oleh 112 negara anggota ISO.
c.       ISO-14000 : Semua Sistem Manajemen Lingkungan yang dapat memberikan jaminan (bukti) kepada produsen dan konsumen, bahwa dengan menerapkan sistem tersebut produk yang dihasilkan/dikonsumsi, limbah, produk bekas pakai ataupunlayanannya sudah melalui suatu proses yang memperhatikan kaidah-kaidah atau upaya-upaya pengelolaan lingkungan.
d.      ISO-14001 : Bagian dari ISO 14000 yang merupakan suatu sistem yang mengorganisasiakan Kebijakan Lingkungan, perencanaan, implementasi,pemeriksaan, tindakan koreksi dan tinjauan manajemen perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan sehingga tercapai perbaikan lingkungan yang bersifat terus menerus atau berkesinambungan.
e.       ISO-14010 s/d ISO-1415 : Suatu alat manajemen untuk menguji efektifitas atau kinerja perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan dengan menggunakan kriteria audit yang disepakati, didokumentasikan dan hasilnya dikomunikasikan kepada klien.

2.2.1    Alasan-alasan Penerapan ISO-14000
Satu set standar internasional membawa fokus seluruh dunia untuk lingkungan, mendorong dunia yang lebih bersih, lebih sehat bagi kita semua. Keberadaan standar memungkinkan organisasi untuk memfokuskan upaya lingkungan terhadap suatu kriteria yang diterima secara internasional.
Saat ini banyak negara dan pengelompokan regional yang menghasilkan kebutuhan mereka sendiri untuk masalah environmentla, dan ini bervariasi antara kelompok. Sebuah standar tunggal akan memastikan bahwa tidak ada konflik antara penafsiran regional pactice lingkungan yang baik.
Fakta bahwa perusahaan mungkin perlu sertifikasi pengelolaan lingkungan untuk bersaing di pasar global dengan mudah bisa menaungi semua alasan etis untuk pengelolaan lingkungan. Di Eropa, banyak organisasi memperoleh ISO9000 Pendaftaran terutama untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dari pelanggan. ISO 9000 pendaftaran kualitas telah menjadi perlu untuk melakukan bisnis di banyak bidang perdagangan. Demikian pula, ISO 14000 manajemen sistem pendaftaran dapat menjadi kebutuhan utama untuk melakukan bisnis di banyak daerah atau industri.
Standar ini berlaku untuk semua jenis dan ukuran organisasi dan dirancang untuk mencakup kondisi geografis, budaya dan sosial yang beragam. Untuk ISO14001, kecuali untuk melakukan perbaikan terus-menerus dan mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku, standar tidak menetapkan persyaratan yang mutlak untuk kinerja lingkungan. Banyak organisasi, terlibat dalam kegiatan serupa, mungkin sangat berbeda sistem manajemen lingkungan dan kinerja, dan semua bisa sesuai dengan ISO14001. Hal ini terutama bagi perusahaan untuk memutuskan, dan dengan jelas mendokumentasikan tingkat cakupan. Namun, membatasi cakupan untuk kecil [tidak penting] daerah dapat memberikan peserta dengan kesempatan pemasaran yang ideal!. 

2.2.3    Manfaat Penerapan ISO-1400
ISO-14000 memberikan Manfaat kepada bagi organisasi antara. Berikut ini merupakan keuntungan dari penerapan ISO 1400:
1.      Memiliki image perusahaan yang baik dimata pemerintah, pelanggan, karyawan dan masyarakat umunya.
2.      Meningkatkan persepsi dan pengertian masalah lingkungan di dalam organisasi.
3.      Sebuah kerangka untuk melakukan peningkatan terus menerus dalam pengelolaan lingkungan dan meningkatkan kemampuan dalam pemenuhan persyaratan perundang-undangan.
4.      Mengukur untuk menghasilkan lebih sedikit pemborosan akan biaya produk, material handling dan pemborosan biaya penjualan yang mana bisa dimasukkan kembali kedalam bisnis perusahaan .
5.      Meningkatkan efisiensi, penggunaan energi dan bahan baku yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
6.      Image pengelolaan lingkungan yang kuat dapat membantu menarik pelanggan sehingga dapat meningkatkan market share.
7.      Meningkatkan kesadaran lingkungan.

2.3.4    Kendala dalam Peningkatan mutu lingkungan
1.        Sasaran lingkungan tidak/belum dimengerti oleh setiap orang di perusahaan
2.       Kebijakkan lingkungan tidak seiring-sejalan dengan tujuan bisnis perusahaan
3.       Kegiatan peningkatan mutu lingkungan hanya melibatkan sebagian kecil karyawan
4.       Manajemen lingkungan tidak diidentifikasi/tidak diberikan secara memadai
5.       Terbatas Sumber Daya-Dana
6.         Kurangnya kepentingan dan dukungan yang konsisten dari manajemen
7.      Jadwal Peningkatan Mutu Lingkungan tidak tepat dan lemahnya penguasaan methodologi.

BAB III
CONTOH KASUS DAN ANALISIS


3.1       Contoh Kasus
PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat oleh Tn.A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934 Tambahan No. 3.
Dengan akta No. 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia. Dengan akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998 Tambahan No. 39.
Perusahaan mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.
Pada Rapat Umum Tahunan perusahaan pada tanggal 24 Juni 2003, para pemegang saham  menyepakati pemecahan saham, dengan mengurangi nilai nominal saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per saham. Perubahan ini dibuat di hadapan notaris dengan akta No. 46 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 10 Juli 2003 dan disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan keputusan No. C-17533 HT.01.04-TH.2003.
Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik.
Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 Juni, 2000, yang dituangkan dalam akta notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 14 Juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama dan memberi jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan keputusan No. C-18482HT.01.04-TH.2000. Perusahaan memulai operasi komersialnya pada tahun 1933.

3.1.1    Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan di Indonesia Studi kasus pada PT. Unilever Indonesia, Tbk.
Perkembangan industri dewasa ini telah menyebabkan krisis lingkungan dan energi. Bermula dari dampak industri inilah maka organisasi dan industri dituntut untuk meningkatkan pertanggungjawaban terhadap konservasi lingkungan. Berdasarkan kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban organisasi dan industri dalam pengelolaan lingkungan menjadi meningkat. Sistem Manajemen Lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang secara sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan sejak dini untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan.
Berbagai macam organisasi semakin meningkatkan kepedulian terhadap pencapaian dan penunjukan kinerja lingkungan yang baik melalui pengendalian dampak lingkungan yang terkait dengan kegiatan, produk dan jasa organisasi yang bersangkutan, konsisten dengan kebijakan dan tujuan lingkungan mereka. Hal tersebut dilaksanakan dalam konteks semakin ketatnya peraturan perundang-undangan, pengembangan kebijakan ekonomi dan perangkat lain yang mendorong perlindungan lingkungan; dan meningkatnya kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Banyak organisasi telah melaksanakan kajian atau audit lingkungan untuk mengkaji kinerja lingkungan mereka. Bila dilaksanakan tersendiri, kajian dan audit tersebut mungkin tidak cukup untuk memberikan jaminan bahwa kinerja lingkungannya memenuhi dan akan berlanjut memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan kebijakan organisasi. Agar efektif, kajian dan audit tersebut perlu dilaksanakan dalam suatu sistem manajemen yang terstruktur yang terintegrasi dalam organisasi tersebut.
Unilever melaporkan bahwa mereka berupaya menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) dalam setiap kegiatan. Prinsip ini pun telah diintegrasikan ke dalam ‘Tujuan Perusahaan’ dan ‘Kode Etik Prinsip Bisnis’ Unilever. Dokumen-dokumen tersebut menjadi pedoman bagi manajemen, karyawan, mitra dan juga para pihak yang berkepentingan dalam aktivitas mereka.
Berkelanjutan juga diterapkan secara langsung di dalam beberapa elemen tata kelola perusahaan Uniever, antara lain:
  • Unilever bekerja sama dengan Safety and Environment Assurance Committee (SEAC) atau Komisi Jaminan Keselamatan dan Lingkungan yang berkedudukan di Inggris guna memastikan bahwa seluruh proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keselamatan dan lingkungan dari produk dilakukan secara terpisah dari keputusan komersial.
  • Central Safety, Health and Environment Committee (CSHEC) atau Komisi Pusat Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan mengembangkan kebijakan, peraturan, prosedur dan standar tentang kesehatan, keselamatan dan lingkungan, serta menyebarluaskan perilaku yang aman dan penanganan investigasi kecelakaan.
Kode etik perusahaan yang diungkapkan dalam Kode Etik Prinsip Bisnis Unilever yang berkaitan dengan lingkungan adalah:
Kode Etik Terhadap Lingkungan:
“Unilever berkomitmen terhadap pengembangan manajemen dampak lingkungan secara berkesinambungan dan terhadap tujuan jangka panjang berupa mengembangkan bisnis yang berkesinambungan.”

3.1.2    Analisis Kebijakan Lingkungan PT. Unilever Indonesia, Tbk.
Efisiensi dalam produksi dampak lingkungan tempat produksi Unilever terbagi atas dampak yang berasal dari luar (seperti penggunaan sumber daya dan energi) dan dampak yang berasal dari dalam (seperti limbah cair dan sampah). Untuk mengelola dampak ini sambil terus-menerus menyempurnakan proses produksi, Unilever menerapkan Sistem Pengelolaan Lingkungan atau Environmental Management Sytem (EMS) berdasarkan ISO 14001.
Elemen penting dari EMS Unilever adalah menetapkan dan meninjau sasaran berdasarkan indikator kinerja utama atau key performance indicator (KPI). Setiap tahun, Unilever mengumpulkan data dari pabrik Unilever di Cikarang dan Rungkut berupa hasil pengukuran kinerja lingkungan yang penting. Data ini dibandingkan dengan standar yang berlaku di Indonesia dan target global Unilever, kemudian dihimpun dan dianalisis sebagai bagian dari system pelaporan kinerja lingkungan atau Environmental Performance Report (EPR) global Unilever.
Dalam hal penggunaan energi dan air, Unilever menyatakan bahwa sejak 2003, pabrik Unilever telah menerapkan berbagai program untuk mengurangi konsumsi energi. Program ini telah mengurangi jumlah penggunaan energy pabrik sebanyak 37% dibandingkan 2005. Sejak 2005, pabrik Rungkut telah berhasil mengurangi kebutuhan air dan mengurangi pembuangan air limbah dari proses produksinya melalui pemasangan unit pengolah air limbah reverse osmosis. Teknologi ini menyediakan pengolahan air limbah canggih yang memungkinkan pemanfaatan air buangan hasil daur ulang untuk boiler dan menara pendingin. Sementara itu, limbah domestik dari toilet dan aktivitas pencucian masih dikirimkan langsung ke saluran limbah milik kawasan industri.
Unilever melaporkan penanganan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang telah dilakukannya, yaitu bahwa limbah B3 ini disimpan dalam ruang penyimpan khusus, sebelum dibuang ke PPLI, sebuah perusahaan pembuangan limbah B3 yang memenuhi standar lingkungan Indonesia dan internasional. Limbah padat dari kegiatan pencucian reaktor dipandang sebagai limbah B3 dan karena itu dikirim ke PPLI untuk pengolahan yang baik dan benar. Sedangkan untuk limbah yang tidak berbahaya Unilever bekerja sama dengan Asosiasi Industri Daur Ulang Plastik Indonesia (AIDUPI), kami memanfaatkan kemasan yang tidak terpakai atau bahan plastik lainnya untuk membuat produk plastik seperti ember atau keset. Limbah lain seperti drum kosong dan palet juga dikirimkan ke mitra untuk dipakai lagi atau didaur ulang.
Pada 2003, Unilever telah mengganti bahan bakar boiler dari solar ke gas alam yang mengandung relative lebih sedikit sulfur. Penggantian ini mengurangi emisi SOx kami secara signifikan. Namun, pada dua tahun terakhir, pasokan gas ke Rungkut tidaklah stabil, dan mereka terpaksa kembali memakai solar sambil mencari alternative bahan bakar rendah sulfur. Sementara itu, pabrik Cikarang tetap memanfaatkan gas alam, sehingga mampu menjaga tingkat emisi SOx yang rendah.
Selain itu, Unilever berupaya mengurangi jumlah limbah tidak berbahaya yang dihasilkan pabriknya yang mencakup limbah domestik, serta produk dan kemasan yang tidak layak jual/pakai. Unilever berupaya memanfaatkan kembali atau mendaur ulang limbah tersebut. Limbah yang tidak dapat dipakai atau didaur ulang lagi akan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Kini, lebih dari 4.800 ton/tahun limbah pabriknya dipakai lagi atau didaur ulang oleh pihak ketiga. Bekerja sama dengan Asosiasi Industri Daur Ulang Plastik Indonesia (AIDUPI), mereka memanfaatkan kemasan yang tidak terpakai atau bahan plastik lainnya untuk membuat produk plastik seperti ember atau keset. Limbah lain seperti drum kosong dan palet juga dikirimkan ke mitra untuk dipakai lagi atau didaur ulang. Dengan demikian, jumlah limbah yang didaur ulang terus meningkat sejak 2004.
Unilever juga berhasil mengurangi jumlah limbah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir melalui cara inovatif untuk membuang lumpur dari instalasi pengolahan air limbah. Jumlah lumpur ini mencapai 5 ton per hari. Pada 2006, pihak Unilever telah menandatangani nota kesepahaman dengan produsen semen (PT Holcim) untuk mengolah lumpur air limbahnya sebagai bahan baku di pabrik mereka. Sejak pendatanganan itu, Unilever tidak lagi mengirim lumpur apa pun ke tempat pembuangan akhir.
Salah satu instrumen untuk mencapai sasaran efisiensi lingkungan Unilever adalah Total Productive Maintenance (TPM). Sejak tahun 1992, Unilever telah memakai pendekatan TPM untuk menciptakan kondisi pabrik yang ideal. Kerangka kerja TPM didasari oleh lima prinsip yaitu :
  • Seiri – Keteraturan. Pisahkan alat yang diperlukan dari alat yang tidak diperlukan. Sediakan hanya alat yang diperlukan pada lantai produksi.
  • Seiton – Organisasi Tempat Kerja. Atur tempat kerja sehingga alat yang diperlukan dapat diraih secara mudah dan cepat. Tempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.
  • Seiso - Pembersihan. Segera sapu, cuci, dan bersihkan semua yang berada di tempat kerja setelah dipakai.
  • Seikhatsu - Kebersihan. Jaga kebersihan semua alat sehingga selalu siap dipakai.
  • Shitsuke - Kedisiplinan. Setiap orang memahami, mematuhi, dan menerapkan aturan di pabrik.
Kelima prinsip ini dipercaya mampu membantu mereka dalam menjaga peralatan sedekat mungkin dengan kondisi peralatan yang ideal, bekerja lebih efisien, mengurangi waktu mesin tidak beroperasi, serta meningkatkan catatan keselamatan kerja, kecelakaan fatal, kecelakaan berakibat hilang waktu atau lost time accidents (LTA), kasus yang menghambat pekerjaan atau restricted work cases (RWC), serta kasus yang menuntut perawatan kesehatan atau medical treatment cases (MTC).
Pada dekade terakhir ini, unilever telah terus-menerus meningkatkan cara pengumpulan dan pelaporan data. Pada tahun 2006, mereka mengundang URS Verification Limited (URSVL) untuk mengaudit cara mereka mengelola catatan data pemantauan lingkungannya. Berdasarkan hasil audit ini, pihak unilever telah memperbaiki sistem pengelolaan datanya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan transkripsi, dan untuk mengembangkan sistem penelusuran data lingkungan yang lebih baik. Semua ini dilakukan sebagai bukti komitmen dalam penyediaan informasi yang lengkap dan akurat mengenai dampak lingkungannya.
Komitmen Unilever terhadap lingkungan ini telah mengundang perhatian berbagai pihak. Selama tiga tahun terakhir, kami meraih peringkat “Hijau” untuk kedua pabrik Unilever dari Kementerian Lingkungan Hidup, melalui penghargaan PROPER. Peringkat hijau diberikan kepada perusahaan yang telah mencapai “emisi nol”. Penghargaan tersebut membuktikan bahwa Unilever mampu kecelakaan fatal, kecelakaan berakibat hilang waktu atau lost time accidents (LTA), kasus yang menghambat pekerjaan atau restricted work cases (RWC), serta kasus yang menuntut perawatan kesehatan atau medical treatment cases (MTC).

3.1.3    Eco Efisiensi dalam Produksi
Dampak lingkungan tempat produksi Unilever terbagi atas dampak yang berasal dari luar (seperti penggunaan sumber daya dan energi) dan dampak yang berasal dari dalam (seperti limbah cair dan sampah). Untuk mengelola dampak ini sambil terus-menerus menyempurnakan proses produksi, kami menerapkan Sistem Pengelolaan Lingkungan atau Environmental Management Sytem (EMS) berdasarkan ISO 14001. Strategi ini mencakup:
  • mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam, bahan baku dan kemasan dan/atau energy,
  • meminimalkan buangan air limbah/sampah padat dan/atau emisi ke udara, dan
  • memaksimalkan produk jadi dengan meminimalkan produk gagal/rusak.
Salah satu contoh nyata produk dari Unilever yang ramah lingkungan adalah produk deterjen yang dihasilkan. Sebagai produsen deterjen serbuk, PT. Unilever mengklaim bahwa teknologi yang dilakukan dalam pengelolaan LAS adalah melakukan sulfonasi, yaitu mengubah alkil benzen sulfonat. Selain itu upaya yang dilakukan Unilever adalah mengubah rantai ABS yang bercabang menjadi Linier Alkyl Benzen Sulfonat (LABS) sehingga lebih mudah terurai ke lingkungan.




























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1       Kesimpulan
Mengelola lingkungan hidup merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia, organisasi, maupun pemerintah. Pencapaian Unilever membuktikan bahwa Sistem Manajemen Lingkungan tidak hanya membawa perubahan terhadap lingkungan alam sekitar, tetapi juga terhadap perusahaan dan menjadi motivasi bagi perusahaan lainnya untuk melakukan hal yang serupa atau bahkan lebih baik lagi.

4.1.1    Saran
            Sistem Manajemen Lingkungan harus dimiliki oleh setiap perusahaan/organisasi, khususnya perusahaan/organisasi yang produksinya bersentuhan langsung dengan alam atau lingkungan hidup. Sebaiknya Sistem Manajemen Lingkungan semakin didorong oleh pemerintah dan didukung oleh masyarakat supaya lebih banyak lagi kontribusi yang dilakukan dalam melestarikan lingkungan hidup


































DAFTAR PUSTAKA

1.      Hasmawaty, 2008, Diktat Pengetahuan Lingkungan, Fak. Teknik, Univ. Bina Darma
2.      Mahida, U.N, 1972,Pencemaran Airdan Pemanfaatan Limbah Industri, cetakan ke-2 (terjemahan), Rajawali Jakarta.
3.      Cokorda Prapti M; 2004, Pengenalan ISO 14000, Universitas Guna Darma
4.      Miller, 1991, Environmental Science : Sustaining The Earth, Wadsworth