NAMA : SUTRISNO ADITYO
NPM : 36410767
KELAS : 1ID04
UNIVERSITAS GUNADARMA 2010
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah. Sholawat dan salam kepada Rasulullah. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam makalah tugas soft skill ini saya akan membahas masalah tentang Warga Lereng Gunung Merapi Yang Enggan Mengungsi.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi kepada mahasiswa fakultas Teknologi Industri . Dan tentunya makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah tugas soft skill kami di masa yang akan datang.
Bekasi, 14 Nopember 2010
Penulis,
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaituKabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, sertaKabupaten Klaten di sisi tenggara.
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
1.2 TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
• Menambah pengetahuan yang diharapkan bermanfaat bagi kita semua
• Mengetahui mengapa masyarakat lereng gunung merapi enggan mengungsi
BAB 2
PEMBAHASAN
Warga Merapi enggan mengungsi
Gunung Merapi merupakan bagian dari pilar penting warga Yogyakarta
Bebarapa warga sekitar Gunung Merapi meninggal akibat abu panas yang menyembur dari kawah gunung berapi paling aktif di Indonesia ini pada hari Selasa (26/10) sore, padahal seharusnya korban jiwa bisa dihindari.
Letusan Gunung Merapi ini memang sudah diramalkan sejak akhir minggu ketika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menetapkan status siaga setelah terjadi penggembungan kawah.
Media di Indonesia melaporkan status siaga ini membuat pihak berwenang memutuskan agar warga yang berada di lereng gunung itu segera mengungsi sebagai upaya mencegah jatuhnya korban.
Pada hari Senin (25/10) status Gunung Merapi ditingkatkan menjadi awas setelah penggembungan yang lebih cepat dan lebih besar daripada sehari sebelumnya, perintah yang keluar terhadap warga adalah pengungsian.
Korban yang meninggal sebenarnya bisa dihindari jika ada perencanaan
Namun, meninggalknya puluhan warga ketika gunung berapi itu meletus menunjukkan bahwa perintah untuk meninggalkan rumah tidak didengar dan diikuti oleh sebagian besar warga di Gunung Merapi.
Sejumlah warga yang sempat diwawancarai oleh BBC Indonesia dan media lain dikutip mengatakan mereka sedang melakukan aktivitas sehari-hari ketika letusan terjadi, sementara alasan mereka tidak mengungsi meski telah mendapat peringatan adalah tidak percaya peringatan itu akan terjadi karena pada tahun 2006 tidak terjadi letusan padahal mereka sudah mengungsi.
Aspek budaya
Selain itu, menurut pengajar Sosiologi Universitas Gajah Mada, Dr Mohammad Supraja, mengatakan bahwa bagi warga Gunung Merapi merupakan sumber kehidupan yang menjadi sumber nafkah mereka, mulai dari pertanian hingga peternakan.
"Secara kultural ada semacam ikatan kuat antara masyarakat di sana dengan gunung berapi itu karena mereka merasa aman dan nyaman secara ekonomis," ujar Dr. Mohammad Supraja kepada BBC Indonesia.
Dengan kata lain mereka tidak bisa begitu saja meninggalkan sumber mata pencaharian yang sangat penting bagi mereka untuk tinggal di tempat pengungsian.
"Pemerintah tampaknya tidak siap dalam menampung para pengungsi ini," ujar Dr. Mohammad Supraja, "Dari kesaksian keluarga Ponimin yang diwawancara bisa didengar bahwa mereka tidak mengungsi karena melihat fasilitas kamp pengungsi yang tidak bisa memberi kesempatan warga untuk menjalankan kehidupan mereka".
Lokasi yang jauh dari pusat kegiatan inti warga membuat mereka tidak bisa melanjutkan pekerjaan sehari-hari ataupun menjaga harta benda yang ditinggalkan.
Dia menambahkan seharusnya pemerintah sudah memiliki satu rencana yang lebih menyeluruh dan lebih rapih dalam menghadapi satu bencana yang secara ilmiah diketahui akan terjadi.
Pengajar Sosiologi Universitas Gajah Mada, Dr Mohammad Soepraja menilai kepercayaan warga lereng Gunung Merapi bukan faktor utama mereka tidak mengikuti permintaan untuk mengungsi dari pihak berwenang sebelum gunung itu meletus. Dalam percakapan dengan Yoko Sari, Dr. Mohammad Soepraja menilai faktor penting lain adalah ketidaksiapan pemerintah dalam menyediakan tempat pengungsian layak yang bisa menjamin kehidupan ekonomi rakyat.
Warga lereng selatan Merapi tidak menganggap serius peringatan mengungsi yang dikeluarkan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta. Posko pengungsian di lereng selatan Gunung Merapi masih tampak sepi.
Koordinator Posko Induk Bencana Merapi Kabupaten Magelang, Moch Damil Ahmad Yan, mengatakan BPPTK Yogyakarta merekomendasikan warga segera mengungsi. Namun, dari 2.260 warga di desa sekitar lereng selatan Merapi hanya 351 orang yang mengungsi.
Wilayah yang dianggap rawan antara lain 4 dusun di Kaliurang, Yogyakarta, dan 2 dusun di Desa Kemiren, Kecamatan Srumbung, Magelang. ”Setelah ada surat BPPTK, Bupati Magelang langsung melakukan rapat koordinasi. Selanjutnya, Camat Srumbung dipanggil untuk melakukan evakuasi warga yang tinggal di dua desa itu,” kata Moch Damil Ahmad, Senin (25/10) malam.
Menurut Moch Damil Ahmad, terdapat 19 desa di Kabupaten Magelang yang masuk Kawasan Rawan bencana III. Dua desa di lereng selatan Merapi posisinya dianggap paling berbahaya.
“Kami langsung evakuasi. Namun, berdasarkan data sore tadi, yang mengungsi di dua barak pengungsian Tanjung dan Jeruk Agung, hanya 351 pengungsi. Jumlah itu sedikit,” ujar Moch Damil Ahmad.
Warga di 4 dusun di Kaliurang mencapai 1.525 orang. Sedangkan warga di 2 dusun di Desa Kemiren 774 orang. Menurut Damil Ahmad, sebagian warga masih enggan mengungsi. ”Masing-masing daerah mempunyai kearifan lokal sendiri tentang Gunung Merapi. Kami tidak berani memaksa mereka mengungsi. Pendekatan yang kami lakukan adalah pendekatan masyarakat, sehingga tidak mungkin main paksa seenaknya.”
Pawiro Sastro, warga Kaliurang, mengaku terpaksa tinggal di pengungsian. Sebenarnya nenek ini keberatan mengungsi karena harus meninggalkan ternaknya. ”Saya mengungsi karena menuruti pemerintah. Padahal, tempat tinggal saya itu aman dari Merapi. Saya disuruh mengungsi ketika pulang dari memetik cabai. Ternak saya tinggal dan diurus anak laki-laki saya,” ujarnya.
Status Merapi dinyatakan waspada mulai tadi pagi pukul 06.00. Pemerintah pun bertindak dengan mengungsikan para warga yang tinggal di sekitar gunung teraktif di dunia itu.
Namun ada satu orang yang tetap bersikukuh tinggal di rumah, Mbah Maridjan, juru kunci Merapi. Padahal rumahnya Dusun Kinahrejo hanya berjarak lima kilometer dari puncak Merapi.
"Saya masih kerasan dan betah tinggal di sini. Kalau ditinggal nanti siapa yang mengurus tempat ini," kata Mbah Maridjan, Senin 25 Oktober 2010.
Meski demikian, pria bernama asli Mas Penewu Suraksohargo ini justru meminta warga menuruti imbauan pemerintah. "Saya minta warga untuk menuruti perintah dari pemerintah, mau mengungsi ya monggo," kata dia.
Mbah Maridjan justru berpendapat, jika ia pergi mengungsi, dikhawatirkan warga akan salah menanggapi lalu panik. Mereka dikhawatirkan mengira kondisi Gunung Merapi sedemikian gawat.
"Sebaiknya kita berdoa supaya Merapi tidak batuk," kata dia.
Warga juga diimbau memohon keselamatan pada Tuhan, agar tak terjadi yang tak diinginkan kalau nantinya Merapi benar-benar meletus.
Kapan Merapi meletus menurut Mbah Maridjan?
Mbah Maridjan mengaku tak tahu. Apalagi, ia tak punya alat canggih seperti yang dimiliki Badan Vulkanologi. "Hanya Tuhan yang tahu kapan Merapi akan meletus. Saya tidak punya kuasa apa-apa," jawab dia.
Sikap serupa ditunjukkan Mbah Maridjan ketika Merapi mengalami erupsi pada tahun 2006.
Saat itu, ia menolak untuk mengungsi meski dibujuk langsung oleh Sultan Hamengku Buwono X dan dijemput mobul evakuasi. Pilihan Mbah Maridjan ditanggapi berbeda oleh masyarakat. Ada yang pro dan kontra.
Hari itu Maridjan mengatakan, dia tetap di tinggal di rumah, menepati janjinya terhadap Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang mengangkatnya. Sambil berdoa untuk keselamatan warga.
Gubernur Propinsi DIY Sri Sultan Hamangkubuwono X menyesalkan tindakan warga di Gunung Merapi yang tidak mau mengungsi dan menjadi korban. Bahkan, Sultan menilai ini adalah bentuk kesembongan masyarakat.
"Korban mestinya dapat dihindari, bila masyarakat taat pada perhitungan akademik. Masyarakat yang tidak mau turun itu mungkin karena kepercayaannya pada sesuatu. Tetapi mungin karena kesombongannya," kata Sultan.
Kendati demikian, Sultan ikut berbelasungkawa terhadap semua korban, termasuk juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Dan, dalam waktu dekat akan dilakukan proses penggantian juru kunci itu. Selain itu, siang sekitar pukul 14:00 akan melakukan rapat koordinasi di Posko Utama Pakem.
"Penggantian juru kunci akan dilakukan, ketika kondisi sudah tenang, tidak perlu tergesa-gesa."
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Saya berharap warga di sekitar lereng gunung Merapi bisa cepat tenggap akan himbauan pemerintah setempat jika sewaktu-waktu gunung tersebut mengeluarkan tanda-tanda akan meletus dan waraga sekitar diminta untuk mengungsi agar tiada lagi korban jiwa. Dan pemerintah pun sebaik-Nya mempersiapkan akan hal ini semaksimal mungkin mulai dari memantau setiap aktivitas gunung Merapi, sehingga kalau sewaktu-waktu gunung tersebut mengeluarkan tanda-tanda akan meletus pemerintah bisa langsung memberikan peringatan kepada masyarakat sekitar. Dan juga menyediakan tempat pengungsian yang aman dan nyaman agar warga merasa terjamin akan keberadaannya.
SUMBER REFERENSI
http://google.com
http://www.bbc.co.uk
http://www.vhrmedia.com
http://nasional.vivanews.com
http://www.krjogja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar