Jumat, 26 April 2013

STUDI KASUS ASAS PENGETAHUAN LINGKUNGAN


Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat.
Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Dari Data menunjukan bahwa kota Bandung setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 8.418 m3 dan hanya bisa terlayani sekitar 65% dan sisa tidak dapat diolah.

Tanggapan:
Upaya pemerintah di tingkat provinsi,kota, dan kabupaten untuk mengatasi sampah terus berlanjut. Beragam program untuk membersihkan nama Bandung dari sebutan “kota sampah” terus dilakukan. Persoalan sampah di Kota Kembang selalu menjadi sorotan berbagai pihak. Setelah longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, limbah domestik rumah tangga ini menjadi bahan diskusi menarik. Memang, selain menimbulkan korban jiwa, kerugian material, juga berdampak buruk pada lingkungan. Sampah ini membuat julukan Kota Kembang berubah menjadi “kota terkotor”. Bahkan, predikat itu sempat mempermalukan Bumi Parahiyangan dengan melekatnya sebutan “Bandung Lautan Sampah”. Kenyataannya, ratusan tempat pembuangan sementara (TPS) yang ada di Kota Bandung selalu penuh dijejali limbah sampah. Pemerintah Kota dan Provinsi Jabar pun resah dengan kondisi penumpukan yang semakin hari bertambah banyak itu. Segala upaya mereka rembukkan dengan berbagai pihak untuk mengatasi persoalan sampah. Pemandangan kotor di penjuru Kota Bandung akibat sampah itu menjadi cemoohan warga setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar