Apa yang seringkali kita lihat dari
seseorang, itu adalah suatu kemajuan kecil. Kita cenderung melihat pencapaian
seseorang itu dari titik akhirnya, padahal sesuatu itu membutuhkan proses. Saya
punya motto “ide-ide kecil untuk tujuan yg besar”. Untuk mengatasi hal ini
sebenarnya mudahPada dasarnya kita malas untuk memikirkan sesuatu yang terlalu
ribet. Hal ini sebenarnya bisa kita atasi dengan mudah, karena pada
dasarnya tujuan yang besar itu bisa kita susun dari tujuan-tujuan kecil.
Seperti pesawat ulang alik, katanya
terbang memutari bumi untuk lepas dari gravitasi, tidak tegak lurus ke bulan.
Seperti mobil yang menuju puncak melalui lereng-lereng. Seperti tangga, ada
tiap anak tangga yang harus dilalui dan kecil-kecil, coba kalau anak tangganya
segede badan kita, tentu akan menyusahkan diri kita.
Seperti itu juga dalam mengukur
pencapaian seseorang, kita mencoba melihat “kedekatan keberhasilan” daripada
“berhasil” yang berarti langsung mencapai sasaran. Hargai setiap kemajuan kecil
itu, terus dampingi, dampingi mereka melakukan pekerjaan “yang agak benar” itu,
sampai langkah mereka menjadi ringan, dan akhirnya selalu menjadi pekerjaan
yang benar dan mulai bisa dilepas. Beri pujian untuk setiap kemajuan, lama
kelamaan nanti akan sampai tujuan yang diharapkan. Inilah proses!
Bagaimna kemampuan kita melihat
“mendekati kebenaran” itu? Memonitoring, coaching, menjadi advisor dan mentor.
Mendamping pekerjaan seseorang misalnya, berikanlah pujian jika dia mendekati
kebenaran pekerjaannya. Jelaskan, seharusnya ini begini, seperti ini, dan
ulangi lagi terus dan terus sampai akhirnya mereka siap untuk dilepas karena
mereka sudah tahu “bagaimana yang benar”.
Kenneth Blanchard menjelaskan bagaimana
merpati dilatih, dia harus bisa masuk ke rumah burung di sebelah sisi lainnya
dari rumah yg satunya. Dia menggambar lintasan, burung itu hampir benar, salah
masuk kandang lain, terus dilatih. Setiap mendekati, dia selalu memberi makanan
kepada burung sebagai reward. Seperti itu pelatih paus melatih ikan paus, tidak
serta merta ikan paus itu bisa melompati tali. Ternyata pertama kali, tali itu
malah berada di dalam air, dan ikan paus itu dipacu dengan umpan makanan untuk
bergerak cepat melewati tali, lama-lama tali itu semakin diangkat, sehingga
berada dipermukaan air. Kemudian si pelatih memberi makanan sebagai reward.
Sama seperti balita, kita ajari dia
merangkak, jalan merambat, hingga akhirnya dia bisa berjalan dan berlari. kita
ajari balita itu ngomong “komputer”, pertama salah “kompucel” kemudian
“kompunter” sampai lafalnya benar “komputer”. Kita peluk dan cium balita itu
sebagai rasa bangga dan penghargaan karena bisa bilang “papa”, “mama”.
Seperti waktu kecil saya ingat, belajar
didampingi papa-mama, terus dan terus. sesudah SMP, SMA apalagi kuliah, kita
belajar sendiri tanpa disuruh. Ada peningkatan secara bertahap, bagaimana kita
melihat kemajuan itu adalah sesuatu yang berharga, sehingga setiap pencapaian
yang dihargai, dia ingin lagi.. lagi.. dan lagi sampai mencapai tahap yang
diinginkan.
Seorang team member saya, tidak bisa
melakukan sesuatu yang saya assign ke dia. Dia tidak yakin bisa, sampai 2
minggu dia bisa selesaikan assignment yang tadinya dia pikir mustahil. Hanya
dengan tepukan ringan di bahu “Bro, ayo bisa lah, sampe sini dulu” setelah dia
berhasil “sampe sini dulu”.. “Mantap, lu emang jagoan, gitu aja bisa lebih
dikit mah untuk sejago lu bisa man!” terus dan terus sampai dia selesaikan
tanggungjawab yg tadinya menurut dia besar itu.
Seperti anak yang dibesarkan dalam
keluarga, dibimbing, diayomi, dididik orang tuanya. Sampai mereka besar dan
berumah tangga sendiri kemudian menurunkan lagi kepada anak-anaknya juga.
Seperi Dia Yang Maha Kuasa, Dia
mengajarkan kita ini, perintah harus begini, harus begitu, dilarang ini dan
itu. Itu adalah suatu proses, tidak mungkin kita semua mendekati kesempurnaan,
tidak mungkin kita jadi selevel nabi. Tapi bagaimana usaha kita “mendekati
benar” itu yang dilihat. Keyakinan saya mengajarkan bahwa bukan perhitungan
saklek pahala dan dosa yang menjadi acuan kita nanti berhasil di kehidupan
kemudian, tapi adalah “sejauh mana usaha kita mendekati kebenaran itu”. Atas
pertimbangan-Nya dan rahmat-Nya, Dia akan menentukan kita kemana nantinya. Dia
juga memberi kita feature yang disebut “taubat”.
Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi
bukit, kata orang dulu. Misalnya bagi kita yang muslim, waktu kecil belajar
shalat maghrib dulu, kemudian tambah lagi, sampai akhirnya shalat lima waktu.
Begitu juga puasa, dulu mungkin sebisanya, kemudian setengah hari, sekarang
bisa ikut penuh sampe maghrib.
Jadi, apakah kita masih mau memarahi
orang karena tidak sampai ke sasaran yang diinginkan sehingga dia patah
semangat dan berenti berusaha? Atau akan menghargai setiap pencapaian setahap
demi setahap sehingga mencapai seperti apa yang diinginkan?
Memang kadang sulit, melihat suatu
proses dan menghargainya. Lebih mudah bagi kita mengukur pencapaian seseorang
melalu target yang kita kehendaki. Bagaimana kita menghargai kemajuan
seseorang, sehingga orang itu berusaha untuk lebih karena usahanya dihargai,
dan pencapaiannya tidak sia-sia.
Oleh: Martin Wong, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar